Slide Show Postingan

31 Januari 2010

ISLAM, VALENTINE DAY'S DAN CINTA

Valentine’s day merupakan peringatan cinta kasih yang diformalkan untuk mengenang peristiwa kematian seorang pendeta yang mati dalam sebuah penjara, yang kemudian diabadikan oleh gereja lewat tangan Paus Gelasius. Maka sebuah hal yang sangat tidak cerdas jika kaum muslimin, khususnya kita kalangan remaja, ikut melestarikan budaya yang sama sekali tidak memiliki ikatan historis, emosional dan reigius dengan mereka dalam sebuah pertarungan demi mempertahankan identitas dirinya.
Mungkin ada sebagian dari kamu yang akan bertanya : kenapa memperingati sebuah tragedi cinta tidak boleh dilakukan? Bukankah Islam menganjurkan pemeluknya untuk saling mengasihi pada sesama?
Tak ada yang menyangkal bahwa Islam tidak melarang cinta kasih. Islam sendiri adalah agama yang menjunjung cinta kasih kepada sesama (hablum minannas). Dalam Islam, cinta demikian dihargai dan ditempatkan pada posisi yang sangat terhormat, kudus, dan sakral. Islam sama sekali tidak phobia terhadap cinta. Islam mengakui fenomena cinta yang tersembunyi dalam jiwa manusia. Namun demikian Islam tidak menjadikan cinta sebagai komoditas yang rendah dan murahan. Cinta merupakan perasaan jiwa dan gejolak hati yang mendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya dengan penuh gairah lembut dan kasih sayang. Dalam Islam cinta itu dibagi menjadi tiga tingkatan, sesuai dengan firman Allah :
“Katakanlah : jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-daudaramu, isteri-isterimu, kerabat-kerabatmu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerusakannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu senangi lebih kau cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalannya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang fasik”. (Q.S. At-Taubah : 24).
Ayat ini sangat jelas menerangkan kepada kita bahwa cinta tingkat pertama adalah cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan jihad di jalan-Nya yang disebut dengan cinta hakiki. Kemudian cinta pada tingkat kedua yakni cinta kepada orang tua, istri, kerabat, dan seterusnya. Sedangkan cinta pada tingkat ketiga, yaitu cinta yang mengedepankan cinta harta, keluarga, anak dan isteri, melebihi cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan Allah. Cinta hakiki akan melahirkan pelita. Cinta hakiki, atau yang kita sebut dengan cinta sejati, akan melahirkan jiwa rela berkorban dan mampu menundukkan hawa nafsu dan syahwat birahi. Cinta akan menjadi berbinar tatkala orang yang memilikinya mampu menaklukkan segala gejolak dunia. Intinya, cinta sejati tidak menzolimi. Cinta sejati itu menyembuhkan, bukan menyakitkan. Dan cinta sejati adalah cinta yang berorientasi ridho Ilahi. Cinta Ilahi akan menuntun manusia untuk hidup lebih baik, dan menjadikan hidup lebih bermakna.
Islam memandang cinta kasih itu sebagai rahmat. Maka seorang mukmin tudak dianggap beriman sebelum ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri (H.R. Muslim). Perumpamaan kasih sayang dan persaudaraan (ukhuwah) sesama mukmin adalah ibarat satu tubuh ; jika salah satu anggota terasa sakit, maka anggota yang lain akan turut melaksanakannya pula, tidak bisa tidur dan demam (H.R. Bukhari Muslim). Perumpamaan itu juga dapat kita temukan dalam Q.S. Al-Hasyr : 9.
Dimata Islam, mencintai dan dicintai merupakan risalah suci yang harus tumbuh subur di dalam hati setiap pemeluknya. Maka Islam menghalalkan pernikahan dan bahkan ada tingkat mewajibkan bagi mereka yang mampu. Islam tidak menganut “selebasi” seperti yang dianut oleh ajaran Krister dan Hindu, serta Budha yang menganut sistem yang dikenal dengan kependetaan. Sebab memang tidak ada rahbaniyah dalam Islam.
Valentine day yang merupakan ungkapan kasih sayang, selain “hamil” akan nilai-nilai yang bukan bagian dari agama kita, juga saat ini dirayakan dengan me-nonlock-kan aksi-aksi permisif dengan lampu remang, dan lilin-lilin temaram. Peniruan perilaku agama lain dan sekaligus melegalkan pergaulan bebas inilah yang tidak dibenarkan dalam Islam.

Islam dan Perlawanan Budaya


Sebagai agama pemungkas, Islam dengan tegas memposisikan diri sebagai agama yang diridhoi Allah (Q.S. Ali Imran : 19 dan 185). Dan sebagai agama terakhir Islam telah melakukan beberapa pembenaran dari berbagai penyelewengan yang terjadi dalam ajaran Nasrani dan Yahudi. Islam mengharuskan pemeluknya untuk membentengi diri dari semua budaya dan identitas yang menyimpang dari ajaran Islam, serta senantiasa menyaring budaya-budaya asing yang datang untuk menghindari penyelewengan budaya yang fatal karena tidak bersumber dari tuntunan Islam.
Valentine’s Day bukanlah simbol dan identitas remaja muslim. Ada satu hadist yang sangat mendukung pernyataan ini : Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia merupakan bagian dari mereka (H.R. Abu Daud). Dalil lain yang berkenaan dengan pernyataan ini adalah Q.S. Al-Maidah : 51, hadist riwayat Bukhari Muslim, dan lain-lain.

Tidak ada komentar: